Positif Corona Terus Meningkat, PKS Nilai PSBB Kurang Tepat

KIBLAT.NET, Jakarta – Keputusan pemerintah untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai langkah penanganan pandemi Covid-19 dinilai kurang tepat. Politisi PKS, Bukhori Yusuf memandang kebijakan PSBB menunjukkan pemerintah masih terpaku pada paradigma kuratif alias penyembuhan.

Anggota Komisi VIII DPR-RI tersebut menyinggung Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2020 tentang pedoman PSBB khususnya pada Bab II Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pasal 4 yang berbunyi:

Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan PSBB kepada Menteri harus disertai dengan data:

a. Peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
b. Penyebaran kasus menurut waktu; dan
c. Kejadian transmisi lokal.

Bukhori menilai, klausul pada pasal 4 tersebut mencerminkan strategi pemerintah yang masih terpaku pada paradigma kuratif (penyembuhan) dalam menahan penyebaran virus, sedangkan di tengah kondisi genting dan mendesak seperti saat ini, yang diperlukan adalah paradigma preventif (pencegahan) untuk mengatasi jumlah kasus positif yang terus bertambah.

“Jika kita telaah secara kritis pada pasal 4, klausul tersebut justru menyulitkan daerah yang masih steril untuk melakukan langkah pencegahan melalui PSBB, karena secara logika, wilayah yang masih steril tidak mungkin memiliki tiga syarat yang sudah ditetapkan pusat tersebut,” kata Bukhori melalui keterangan tertulis yang diterima Kiblat.net pada Jumat (10/04/2020).

Sebagai catatan, sejauh ini hanya Provinsi Gorontalo yang belum ditemukan kasus positif Covid-19.

Bukhori bahkan memandang kebijakan pemerintah pusat terkait penanganan corona aneh, karena inisiatif daerah untuk lockdown dilarang, sedangkan bagi daerah yang ingin melakukan pencegahan penularan virus melalui PSBB justru dipersulit dengan syarat administratif dan birokratis.

“Pemerintah pusat serius atau tidak sih dalam mengatasi penyebaran?“ tegas Bukhori.

Bansos Berpotensi Timbulkan Masalah

Selain PSBB, Bukhori juga menyoroti kebijakan pemerintah yang akan mempersiapkan anggaran sosial bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 sebagaimana diatur dalam Perppu No.1/2020. Anggaran tersebut merupakan bagian dari program stimulus untuk social safety net senilai Rp 110 Triliun yang akan dikonversi menjadi paket bantuan sosial. Paket bantuan sosial tersebut mewujud dalam peningkatan jumlah penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), sembako, kartu prakerja, kompensasi tarif listrik, serta relaksasi kredit bagi pekerja informal.

Menurut Bukhori, dengan anggaran sebesar itu bukan berarti tanpa ada potensi masalah. Berdasarkan Basis Data Terpadu dalam RAPBN 2020, jumlah masyarakat rentan miskin di Indonesia mencapai 99.359.312 jiwa atau 31.430.304 kepala keluarga. Menurutnya, angka statistik tersebut merepresentasikan potret kelompok masyarakat yang paling terdampak akibat wabah Covid-19.

“Dampak multidimensional wabah Covid-19 adalah hantaman keras bagi masyarakat dari aspek ekonomi dan sosial. Pemerintah harus bergerak cepat dengan menyalurkan paket bantuan sosial yang telah disiapkan secara tepat sasaran dengan mengacu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, apakah itu cukup? Saya kira belum,” ujarnya.

Bukhori justru mengkhawatirkan nasib masyarakat rentan miskin yang belum tercatat di DTKS, di sinilah peran Kemensos diharapkan untuk memastikan segmen masyarakat ini turut merasakan manfaat dari bansos senilai Rp 110 T tersebut.

“Saya pikir hal inilah yang perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan angka masyarakat miskin baru,” tuturmya.

Bukhori menilai, bantuan sosial turut berpotensi menjadi sumber konflik sosial ketika dalam proses distribusinya dilakukan tidak berdasarkan data terkini dan akurat. Bantuan sosial yang sejatinya ditujukan untuk membuat masyarakat menjadi lebih kondusif dan terbantu justru menjadi kontradiktif ketika dalam penyalurannya tidak tepat sasaran.

Pemerintah perlu serius dalam mencermati potensi kecemburuan sosial, gesekan sosial, bahkan berbagai konflik horizontal sangat tinggi di tengah situasi krisis ini. Sebab masyarakat sudah terbebani sebelumnya oleh penyebaran virus dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan akibat respon pemerintah yang terkesan lamban.

“Oleh karena itu, penyaluran bantuan sosial harus dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab agar tidak menimbulkan masalah baru bagi masyarakat dan manfaatnya bisa dirasakan sebesar-besarnya,” pungkas politisi asal Jepara ini.

Reporter: Azzam Diponegoro
Editor: Rusydan Abdul Hadi

Sumber: https://www.kiblat.net/2020/04/10/positif-corona-terus-meningkat-pks-nilai-psbb-kurang-tepat/

Posted in Nasional, News.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *