Dia juga meminta pengusutan kasus dugaan penyelewengan tidak berdampak pada penyaluran bansos covid-19. Bantuan tetap harus didistribusikan karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
“Jangan sampai pengusutan kasus tersebut justru jauh dari tujuan utamanya, yaitu sampainya bantuan kepada keluarga penerima manfaat,” ujar dia.
Polri menemukan 102 kasus penyelewengan dana bansos covid-19. Pendalaman dilakukan di 20 Polda di seluruh Indonesia.
Polda Sumatra Utara menangani 38 kasus penyelewengan dana bansos, Polda Jawa Barat 18 kasus, Polda Nusa Tenggara Barat sembilan kasus, Polda Riau tujuh kasus, Polda Jawa Timur dan Polda Sulawesi Selatan masing-masing empat kasus, serta Polda Sulawesi Tengah, Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Polda Banten masing-masing tiga kasus.
Polda Sumatra Selatan dan Polda Maluku Utara masing-masing dua kasus, Polda Kalimantan Tengah, Polda Kepulauan Riau, Polda Sulawesi Barat, Polda Sumatra Barat, Polda Kalimantan Utara, Polda Lampung, Polda Papua Barat, Polda Kalimantan Barat dan Polda Papua masing-masing satu kasus.
Kasus penyelewengan memiliki banyak motif. Antara lain, pemotongan dana dan pembagian tidak merata. Pemotongan dana sengaja dilakukan perangkat desa dengan maksud asas keadilan bagi mereka yang tidak menerima.
Adapula yang menggunakan pemotongan dana bansos untuk uang lelah. Kemudian, ada yang mengurangkan timbangan paket sembako serta tidak ada transparansi kepada masyarakat terkait sistem pembagian dan dana yang diterima.
Polri memastikan menindak orang-orang yang terlibat penyelewengan dana bansos tersebut. Sejumlah alasan tidak akan meringankan hukuman terhadap pelaku.
“Apa pun penyelewengan, walaupun sudah ada kesepakatan itu tidak dibenarkan apalagi unsur cerita pemerataan, agar mereka mendapatkan semuanya yang tidak terdata, apa pun itu tidak boleh,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 27 Juli 2020.