Jakarta (18/05) — Anggota Komisi Penanggulangan Bencana DPR RI Bukhori Yusuf melayangkan kritik tajam kepada Menteri Sosial Risma selaku perwakilan panitia kerja (panja) pemerintah dalam pembahasan RUU Penanggulangan Bencana.
Bukhori menyoroti keputusan menghapus nomenklatur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) pemerintah yang dinilai kontraproduktif dengan tujuan untuk memperkuat lembaga yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
“Berdasarkan fakta bahwa Indonesia adalah wilayah dengan rawan bencana, maka kami berkepentingan untuk melakukan usaha mitigasi bencana melalui penguatan lembaga BNPB. Mirisnya, alih-alih memperkuat lembaga BNPB eksisting, sikap pemerintah sebaliknya bertolak belakang dengan DPR. Salah satu contohnya, yakni dengan menghilangkan nomenklatur BNPB dalam DIM mereka,” terangnya selepas Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Sosial, Senin (17/05/2021).
Selain itu, Anggota Baleg ini mempertanyakan logika hukum pemerintah yang melimpahkan pengaturan kelembagaan BNPB melalui Peraturan Presiden (Perpres). Menurutnya, keputusan tersebut akan melemahkan kedudukan BNPB di mata hukum.
“Dalam hirarki peraturan perundangan yang termaktub dalam Pasal 7 Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2011 diterangkan, kekuatan hukum UU lebih kuat ketimbang Perpres. Lalu, jika landasan pembentukan BNPB hanya diatur melalui Perpres, dimana kekuatan hukumnya lebih lemah ketimbang UU, lantas dimana logika penguatan kelembagaannya? logika hukum pemerintah terlihat paradoks dalam konteks ini,” jelasnya.
Alhasil, Ketua DPP PKS ini pun menolak DIM versi pemerintah yang menyerahkan landasan hukum pembentukan badan penanggulangan bencana diatur dalam Perpres. Kendati begitu, ia menganggap penggunaan Perpres masih bisa diterima sepanjang hal yang diatur menyangkut aspek teknis.
“Kami tidak bisa menerima argumen pemerintah membentuk BNPB dengan landasan Perpres, kendati dengan dalih untuk memperkuat,” imbuhnya.
Dengan perasaan geram, politisi PKS ini mengusulkan rapat dengan Menteri Sosial diakhiri lebih awal karena belum adanya titik temu yang terjalin antara Komisi VIII DPR dan Pemerintah setelah dilakukan berbagai rapat panja hingga hari ini. Ia bahkan meminta Menteri Sosial kembali menghadap Presiden dalam rangka konsultasi sekaligus menyampaikan sikap DPR yang konsisten mempertahankan BNPB yang desainnya diatur melalui undang-undang.
Masih dalam kesempatan yang sama, Bukhori juga menyentil sejumlah perilaku Menteri Sosial Risma yang seakan mengambil tupoksi pemerintah daerah hingga urusan pola manajemen internal kementerian yang bermasalah. Lebih lanjut, ia mencermati masih ada setumpuk persoalan yang harus diselesaikan di internal kementerian sosial, misalnya terkait manajemen balai sosial hingga temuan 21 juta data ganda penerima bansos yang belum dilaporkan ke Komisi VIII DPR.
“Sangat disayangkan kedudukan Bu Risma sebagai menteri, tetapi secara perilaku seolah masih menjabat walikota. Sejumlah tupoksi menteri yang beririsan dengan pemerintah daerah semestinya bisa disikapi secara proporsional. Tapi nyatanya, Bu Mensos lebih enjoy dengan tupoksi pemda,” imbuhnya.
Penanganan balai sosial sangat amburadul, demikian Bukhori melanjutkan. Ironisnya, saya juga memperoleh laporan bahwa sejumlah penyimpangan moral justru terjadi di sana. Padahal, tempat itu seharusnya bisa digunakan untuk menyelesaikan isu moralitas seperti penyakit HIV, pelacuran, dan sebagainya, lanjutnya.
“Karena itu, saya mengusulkan kepada pimpinan Komisi VIII supaya segera diadakan kunjungan spesifik Komisi VIII untuk meninjau langsung kondisi di sana,” pungkasnya.
referensi: 1. https://fraksi.pks.id/2021/05/18/politisi-pks-bersikeras-pertahankan-nomenklatur-bnpb-dalam-ruu-penanggulangan-bencana/
3. https://www.medcom.id/nasional/politik/zNPOy6zK-ruu-penanggulangan-bencana-mestinya-memperkuat-bnpb
4. https://id.berita.yahoo.com/kritik-risma-pks-sudah-jadi-171002918.html
10. https://www.harianaceh.co.id/2021/05/17/bnpb-dihapus-komisi-viii-indonesia-super-market-bencana/