Jakarta: Pemerintah dinilai tidak konsisten dalam melindungi rakyat di masa pandemi virus korona (covid-19). Pelonggaran aturan, terutama di bidang moda transportasi yang bisa memicu gelombang kedua wabah virus tersebut.
“Sebenarnya pemerintah lagi galau. Pertanyaan Presiden Joko Widodo, Mahfud MD (Menkopolhukam), dan Menhub (Budi Karya Sumadi) tidak konsisten,” kata Anggota DPR Komisi VIII dari fraksi PKS Bukhori Yusuf dalam diskusi Crosscheck, Minggu, 10 Mei 2020.
Dia membeberkan pernyataan pemerintah yang tak konsisten. Pertama, Mahfud MD yang menyebutkan bahwa relaksasi dilakukan karena PSBB membuat masyarakat stres dan ekonomi harus tetap berjalan.
Menurut Bukhari, saat ini rakyat sudah tahu pemerintah hanya bisa menanggung bansos hingga Juni. Sehingga keran ekonomi seperti pabrik dan pertokoan akan kembali dibuka, dengan protokol kesehatan.
Kemudian, Presiden Jokowi yang menyatakan bahwa perlunya ada relaksasi dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Bukhari berpendapat Jokowi sebagai pemegang kebijakan publik seharusnya bisa mengukur pernyataan itu.
Misalnya, apakah pernyataan tersebut mudah dipahami, dapat memicu salah paham, atau bermanfaat. “Jadi saya lihat kegaduhan terkait PSBB ini adalah persoalan komunikasi,” kata dia.
Bukhari juga menilai pemerintah belum memiliki satu alat evaluasi yang baik untuk kebijakan. Terutama terkait keputusan untuk relaksasi.
Jika melihat data, kata dia, hampir semua negara yang melakukan pelonggaran dalam karantina wilayah atau PSBB cenderung mengalami gelombang kedua. “Bahkan di Amerika Serikat, hanya berjarak satu hari, terjadi peningkatan 1.500 yang terinfeksi (karena pelonggaran),” katanya.
Dia mencontohkan Jakarta yang menunjukkan penurunan pasien positif sebanyak 30 hingga 31 persen sejak PSBB diterapkan. Pendekatan jaga jarak terbilang sukses meredam penyebaran virus korona.
https://www.alinea.id/nasional/pernyataan-antarpejabat-terkait-psbb-seperti-orang-galau-b1ZMU9ujN
https://video.medcom.id/crosscheck/JKRGvxyN-konsistensi-pemerintah-diperlukan