Hadiri Wisuda STIU Dirasat Islamiyah Al-Hikmah, Bukhori Dorong Pengokohan Jati Diri Agamawan yang Negarawan bagi Wisudawan

Anggota DPR RI Fraksi PKS Bukhori Yusuf menghadiri prosesi wisuda ke-VIII Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Dirasat Islamiyah Al-Hikmah (STIU DIA) Jakarta, Kamis (4/2/2021). Selain Bukhori, acara wisuda yang digelar secara daring dan luring tersebut juga turut dihadiri oleh K.H. Muhammad Cholil Nafis, Ph.D. (Ketua MUI Pusat) dan Prof. Amany Lubis, M.A. (Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).

Kehadiran Prof. Amany Lubis membuat prosesi wisuda menjadi istimewa. Pasalnya, dari 8 kali acara wisuda yang berhasil digelar oleh STIU DIA Jakarta, baru pada kesempatan ini prosesi wisuda bisa dihadiri langsung oleh Koordinator Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (Kopertais) Wilayah I DKI Jakarta dan Banten tersebut.

Dalam sambutannya, Bukhori yang juga menjabat sebagai Ketua STIU DI Al-Hikmah menyampaikan apresiasinya kepada para wisudawan yang telah berhasil menuntaskan amanah akademiknya. Ia menilai proses pembelajaran dan pengajaran di institusi tersebut membawa tantangan tersendiri bagi para peserta didik.

Pasalnya, bahasa pengantar yang digunakan selama proses pendidikan berlangsung adalah dengan menggunakan Bahasa Arab. Tidak hanya itu, keunggulan lain dari lulusan kampus ini adalah menghasilkan sarjana penghafal Quran (Hafiz/Hafizah). Untuk diketahui, dari jumlah total 140 wisudawan/ti program sarjana pada periode ke-VIII ini, terdapat sebanyak 47 wisudawan/ti yang hafal 30 juz.

Selain menyampaikan apresiasinya, Alumni Universitas Madina Arab Saudi ini turut menyampaikan pandangan strategisnya terkait problematika kebangsaan dan keagamaan yang terjadi belakangan ini yang terbentuk dalam relasi yang saling bersitegang.

Ia menilai, kedudukan agama memiliki relasi yang integral dengan wacana kebangsaan sehingga tidak semestinya saling berhadapan. Salah satunya, dibuktikan dengan Pembukaan UUD 1945 Alinea Ketiga dimana mengandung muatan transendental sebagaimana ditegaskan melalui frasa “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa…”.

Dengan demikian, papar Bukhori, konstitusi kita secara jujur mengakui kedaulatan Tuhan. Alhasil, jika UUD diibaratkan sebagai akar dari pohon perundang-undangan, maka segala peraturan perundang-undangan berikut pelbagai aturan turunan dibawahnya tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai agama, apalagi bertentangan dengan nilai tersebut.

“Sehingga, menjadi sulit bila Indonesia hendak dijadikan negara sekuler. Menjadi tidak rasional jika politik dipisahkan dari nilai agama. Dan menjadi tidak masuk akal bila agama hanya dijadikan sumber inspirasi, bukan sumber aspirasi,” tegasnya.

Di samping itu, Bukhori juga menyorot konsep toleransi dalam Islam. Menurutnya, ruang lingkup toleransi dalam perspektif Islam hanya mencakup pada ranah muamalah semata, bukan pada ranah keyakinan. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk mengetengahkan keyakinannya atau menempatkan kedudukan keyakinannya sesuai dengan hawa nafsu belaka.

Selain menyampaikan sejumlah pandangan strategis, Bukhori juga menyampaikan sejumlah pesan kepada para wisudawan. Pertama, ia mendorong para lulusan untuk mengokohkan jati diri agamawan yang negarawan.

“Artinya, selain mengambil peran sebagai pendidik agama bagi masyarakat, para lulusan juga harus berani mengambil peran strategis untuk menjawab persoalan bangsa di pelbagai lini kehidupan seperti dalam aspek politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan dengan cara merebut ruang kepemimpinan pada sejumlah ranah strategis tersebut,” imbuhnya.

Kedua, demikian Bukhori melanjutkan, jadilah ulama yang memiliki horison yang luas sehingga bisa berinteraksi dengan pelbagai elemen masyarakat. Keterampilan sosial untuk bisa melakukan penetrasi ke pelbagai lapisan masyarakat adalah kunci untuk memenangkan pengaruh di lingkungan yang majemuk. Konsekuensinya, kemenangan dakwah di tengah masyarakat bukan menjadi hal yang mustahil untuk diraih, sambungnya.

Ketiga, Anggota DPR Komisi Agama ini meminta para lulusan untuk menjadi perekat umat. Pasalnya, ia menganggap umat Islam saat ini tengah diusik oleh ancaman yang datang dari dalam maupun yang datang dari luar.

“Dari dalam, kita diusik dan coba dibenturkan dengan sesama umat Islam melalui perbedaan-perbedaan minor yang sebenarnya tidak esensial. Sementara dari luar, kita juga dipengaruhi oleh konstelasi politik global, regional, dan nasional yang terjadi belakangan ini sehingga berdampak pada kedudukan umat Islam yang turut dirugikan,” ungkapnya.

Kendati demikian, sambungnya, ancaman tersebut bisa kita hadapi dengan memaksimalkan peran kontributif kita mulai saat ini. Momentum bonus demografi yang diprediksi akan terjadi di Indonesia pada 2030 harus bisa dimenangkan dengan berbekal modal sosial yang sudah mulai kita bangun saat ini. Sehingga, momentum tersebut bisa menjadi wasilah yang mendatangkan maslahat bagi umat Islam.

Terakhir, politisi dari dapil Jateng 1 ini mengingatkan pentingnya kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Ia menyinggung fenomena disrupsi yang mengubah lanskap kehidupan dalam satu dekade terakhir.

“Fenomena disrupsi informasi tidak jarang membuat kita menjadi rentan terjebak dalam kesesatan informasi. Keterampilan literasi digital mutlak dibutuhkan supaya kita bisa terhindar dari pengetahuan yang keliru. Tidak hanya itu, keterampilan ini juga akan membentuk kecermatan dan kearifan diri dalam merespons derasnya arus lalu lintas informasi. Kehati-hatian akan membawa pada keselamatan,” pungkasnya.

Posted in Kegiatan, News.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *