Badan Legislasi (Baleg) DPR menampung aspirasi elemen masyarakat dalam rangka menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) baik Prolegnas lima tahunan maupun tahunan. Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) diantaranya Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) telah mengusulkan RUU agar dimasukan dalam Prolegnas.
Peneliti PSHK Ronald Rofiandri mengatakan Koalisi Kebebasan Berserikat mengusulkan dua RUU agar dapat dimasukan dalam daftar Prolegnas 2019-2024 atau Prolegnas 2020 yakni Revisi UU No.17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan RUU Perkumpulan. Usulan ini sudah disampaikan kepada Baleg DPR.
Dia beralasan perlunya merevisi UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas. Sebab, selama ini cara pandang mengenai organisasi kemasyarakatan menggunakan pendekatan politik. Tak heran, perlakuan terhadap ormas seolah seperti partai politik (parpol), padahal ormas bukanlah partai politik. “Ormas itu bukan parpol, tapi makhluk politik,” ujar Ronald berkelakar dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Baleg di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (7/11/2019). Baca Juga: Baleg DPR Fokus Susun Prolegnas
Selain itu, alasan Koalisi mengusulkan RUU tentang Perkumpulan masuk dalam Prolegnas mencakup beberapa hal. Pertama, memberikan jaminan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia terutama kebebasan berorganisasi. Kedua, ketentuan administrasi yang tidak diskriminatif. Ketiga, kemandirian dan pengembangan organisasi. Keempat, tata kelola perkumpulan yang profesional, transparan dan akuntabel.
Baginya, perkumpulan dapat berbasis keanggotaan ataupun sebaliknya. Namun, perkumpulan yang mengikatkan diri berbasis keanggotaan dan hendak memiliki aset berkewajiban berbentuk badan hukum. “Ini nantinya menyangkut soal pertanggungjawaban hukum,” katanya.
Perkumpulan berbadan hukum diperkenankan mengikuti pengadaan barang dan jasa secara swakelola tipe III. Hal itu menjadi kelebihan bagi perkumpulan yang berbadan hukum. Karena itu, perkumpulan perlu diatur dalam aturan setingkat UU agar tata kelola perkumpulan menjadi lebih jelas.
Sejumlah peristiwa dan tindakan sejak berlakunya UU Ormas selama 6 tahun
Periode | Jumlah peristiwa | Jumlah jenis tindakan |
Tahun pertama (2 Juli 2013-1 Juli 2014 | 70 | 101 |
Tahun kedua (2 Juli 2014-1Juli 2015) | 35 | 39 |
Tahun ketiga (2 Juli 2015-1Juli 2016) | 117 | 156 |
Tahun keempat 2Juli 2016-1Juli 2017) | 175 | 260 |
Tahun kelima (2 Juli 2017-1Juli 2018) | 200 | 284 |
Tahun keenam (2 Juli 2018-1 Juli 2019) | 106 | 150 |
Total | 703 | 999 |
Sumber: Yapikka
Menanggapi usulan Koalisi ini, Wakil Ketua Baleg DPR Rieke Diah Pitaloka meminta Koalisi mengirimkan naskah akademik dan draf RUU kepada Baleg. Hal ini sebagai syarat administrasi agar dapat menjadi pertimbangan Baleg untuk menentukan RUU yang dapat masuk ke dalam daftar Prolegnas. Sebab, sesuai aturan, RUU yang dapat masuk dalam Prolegnas mensyaratkan adanya naskah akademik dan draf RUU.
Anggota Baleg DPR Taufik Basari mengatakan adanya naskah akademik dan draf RUU setidaknya untuk membantu Baleg dalam menyusun daftar Prolegnas 2019-2014. Bahkan kemungkinan Baleg bakal mendalami untuk merumuskan RUU yang diusulkan Koalisi Kebebasan Berserikat ini. “Ini akan membantu kita dalam menyusun Prolegnas,” kata Taufik.
Anggota Baleg lainnya dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Buchori Yusuf diharapkan keberadaan RUU Perkumpulan tidak menghapuskan UU Ormas yang sudah berjalan. Dia mengingatkan keberadaan RUU Perkumpulan tidak menjadikan ruang masyarakat melalui perkumpulan menjadi terkekang akibat diatur melalui UU.
“Kalau UU Perkumpulan ini muncul jadi makhluk baru, jadi ini perlu diperdalam lebih jauh. Jangan sampai kita buat malah tumpang tindih,” katanya.